Minggu, 25 Maret 2012

Menyapa Kematian



Bagaimanpun  juga, kematian adalah hal yang pasti terjadi pada manusia.  Maka dari itu, kita perlu mengenal kematian. Terkait waktu datangnya, orang tidak bisa mengetahui kapan kematian akan menjemput. Namun, mengacu kepada rata-rata usia manusia yang meninggal pada usia 63 tahun. Kita bisa menghitung mundur kapan kematian akan menjemput. sehingga kita bisa mempersiapkan dengan lebih terkait hal-hal yang harus kita gunakan untuk bekal mati.

Berbicara tentang hitung-menghitung kematian. Ada salah satu permainan utak-atik bilangan kematian. Anggap saja sekarang kita berumur 22 tahun, kalau dihitung mundur berarti usia kita tinggal 41 tahun. Itu kalau dihitung menggunakan tahun, kalau menggunakan bulan dengan anggapan kita lahir pada bulan Agustus maka usia kita tinggal 497 bulan. Kalau dihitung mingguan dengan acuan kita terlahir pada minggu kedua bulan Agustus berarti tinggal 2153 minggu kita hidup. Kalaupun kita mau menghitung melalui hari dengan acuan kita terlahir pada tanggal 15 Agustus, maka ketika tanggal 25 Maret (hari ini ) usia kita tinggal kurang lebih 15.108 hari lagi.

Perhitungan diatas, diasumsikan hidup kita berusia 63 tahun. Namun , Kematian bukanlah hal yang bisa diterka. Bisa jadi usia kita tinggal satu hari lagi, atau bisa juga tinggal satu jam lagi. Jadi untuk antisipasi, ayo lekas mencari bekal untuk menjemput kematian. Dan ketaqwaan adalah sebaik-baiknya bekal. So, mari bertaqwa dimanapun kita berada. Mari berbuat kebaikan dimanapun dan kapanpun kita bernafas.

Selasa, 20 Maret 2012

Meng-Indonesia-kan Brawijaya Melalui Pohon



Melihat pohon palem tinggi menjulang disekitar kampus Brawijaya membuat kampus ini tampak elok dipandang mata. Lambaian daun-daunya yang terhembus angin semakin menambah keelokan kampus wisata ini.

Namun dibalik keelokan itu timbul pertanyaan besar mengapa pohon palem yang duputuskan untuk tumbuh di tanah Brawijaya, bukankah ada pohon-pohon lain yang lebih meng-Indonesia, eksotis, dan bermanfaat untuk di tanam. Pohon mangga misalnya, dibalik kerindangan daun-daunnya yang memancarkan atmosfer keindahan patinya akan ada buah-buah yang bisa memberikan manfaat bagi mahasiswa.

Para mahasiswa tentunya bisa dengan senang memetik pohon mangga yang sudah berbuah matang, karena bagaimanapun juga pohon itu adalah milik bersama. Kalaupun tidak pohon mangga, Brawijaya mungkin bisa memilih apel yang sudah menjadi ikon kota Malang. Namun semuanya itu adalah angan-angan belaka, karena Brawijaya lebih memilih pelem untuk bersetubuh dengan bumi kampus biru ini. Palem yang sewaktu-waktu daunya bisa mengancam nyawa mahasiswa yang duduk dibawahnya, palem yang terlihat elok seperti di kota besar di luar negeri.

Budaya Malas vs Kerja keras


Malas dan kerja keras merupakan dua sisi yang saling berbeda. Ibarat tebing dan jurang, begitu saya menyebutnya. Menganalisa orang yang malas dan pekerja keras bisa dilihat dari faktor geografis dan sejarah. Contoh saja Indonesia dan Arab ataupun Jepang. Di Negara Indonesia ini, kita diangugrahi kekayaan alam yang melimpah ruah. Sampai-sampai jika diibaratkan, kayu yang kita jatuhkan ke tanah begitu saja bisa tumbuh. Berbeda dengan di Arab dan jepang, mereka butuh kerja keras untuk menumbuhkan tanaman. Ternyata, karena kita terlalu nyaman dimanjakan oleh anugrah Tuhan berupa Negara yang laksana serpihan surga ini. kita jadi terlena oleh semua kekayaan yang ada, kita jadi malas karena semuanya telah tersedia dengan mudah. Sifat ini secara turun temurun diwariskan kepada generasi yang notabene tidak tahu apa-apa.

Letak geografis yang membentuk penghuni Negara serpihan surga ini menjadi malas bukanlah hal yang baik untuk diwariskan kepada generasi masa depan. Dunia  sudah berlari dengan cepatnya, sementara kebanyakan dari kita masih tenang-tenang saja menyedu kopi dan gorengan tanpa menghasilkan karya. Sudah tahu kalau malas tergilas, berhenti itu mati. Masih saja kita terus-terusan melaksanakannya.  

Musuh besar bagi virus malas adalah bergerak, maka bergeraklah wahai pemuda-pemudi Indonesia. Bulatkan tekad untuk mulai memerangi virus malas dalam diri, pelan-pelan saja tak perlu terburu buru. Kita bisa memulainya dari hal yang terkecil seperti member senyuman pada kawan, membuang sampah yang sudah menumpuk di pojok kontrakan, mencuci baju yang sudah menggunung di pojok kamar, membaca selembar buku perhari, memberi sedekah limaratus perak kepada pengemis dan hal kecil lainnya . Meskipun terdengar klise, tapi ini demi kepentingan individu untuk bergerak maju. Setelah individu maju, ayo kita mulai bergerak ke lingkungan kecil keluarga atau teman dekat untuk bersama melawan malas yang mungkin telah bersimbiosis di dalam dada.  Wallahu a’lam

Ember Penampung Rizki



Hujan turun dengan derasnya, dan Ibu dengan tergopoh-gopoh membawa ember untuk kemudian menaruhnya di bawah talang (Bhs Jawa). Air hujan yang jatuh ke ember itu akan digunakan untuk menyiram bunga katanya.

Bercerita tentang hujan dan ibuku yang menaruh ember dibawah rintikannya, ku teringat pada petuah eyang Baskoro yang mengibaratkan hujan sebagai rizki. Sementara manusia didunia mempunyai dua pilihan untuk mendapatkannya. Yaitu dengan menaruh ember secara benar, sehingga air hujan bisa jatuh mengisi ember dengan penuh. Bukan menaruh ember secara terbalik, sehingga tidak bisa menampung air hujan.

Aktifitas menaruh ember dengan benar merupakan ikhtiar manusia untuk mendapatkan rizki. Adapun turun atau tidaknya hujan bukanlah kita yang menentukan, melainkan merupakan sang pemilik jagadlah yang jadi penentu. Tugas kita hanya beriktiar atau membuka ember agar bisa dipenuhi air hujan. Setelah itu pasrahkanlah semua pada Sang Pemilik Jagad. Meskipun kita berusaha semaksimal mungkin, kalau hujan ditakdirkan tidak turun. Tentunya kita tidak akan dapat apa-apa. Namun, paling tidak dengan iktiar membuka ember , kita bisa mendapatkan rizki jika memang tuhan menurunkan hujan atau dalam arti memberi kita rizki. Rizki ataupun hujan memang sudah ditentukan Tuhan, namun kalau kita tidak membuka ember untuk mewadahinya. Bagaimana kita bisa mendapatkan rizki itu. Mari bersama-sam berikhtiar untuk membua ember, untuk mendapatkan rizki yang telah ditentukan pada kita semua.


Membau Marxisme dalam Empat Puisi Afrizal Malna



Oleh : Afif Afandi*
Nilai-nilai Marxisme yang terkandung dalam Puisi Afrizal Malna yang berjudul Ekstase Waktu, Jam Malam, Rumpun Lembu, dan Layang-layang sangat berbeda antar satu dengan yang lainnya. Puisi yang sangat mendandung nilai marxisme adalah Rumpun lembu. Dimana didalamnya terdapat beberapa symbol-simbol yang mengarah kepada Marxisme. Diantara symbol tersebut adalah istilah budak, dan palu-palu. Meskipun kita tidak bias menilai puisi berdasarkan makna permukaan, tetapi makna budak dan palu-pau disini sangat kental dengan marxisme itu sendiri. Selain itu, dikarenakan puisi ini bercerita tentang budak yang sengsara, dimana hidupnya hanya untuk bekerja dan bekerja mejadikan puisi ini begitu kental dengan bau marxisme itu sendiri yang melawan penindasan pada kelas sosial bawah dan menuntut adanya kesamaan.
Selain di puisi  Rumpun Lembu, nilai marxisme terdapat dalam puisi Jam Malam dimana hemat penulis, puisi ini bercerita tentang sosok manusia yang tak mempunyai pekerjaan. Dia hanya memandangi waktu sepanjang hidupnya yang mana diindikasikan hal itu disebabkan oleh hidupnya yang telah ditanggung negara.
Ekstase adalah puncak kesadaran ruhani manusia di atas kesadaran fisik (otak) dan kesadaran jiwa. Saat seseorang bisa mengalami ekstase, di situlah kebenaran ditampakkan dan kondisi pikiran dan jiwa kita terasa “suwung alias kosong” dan kemudian menerima petunjuk langsung dari-Nya. Puisi Ekstase Waktu Afrizal Malna, hemat penulis bukanlah berbau marxis dikarenakan puisi ini berkisahkan tentang pencarian kebenaran. Sementara, esensi marxis bukanlah seperti itu.
Puisi yang berjudul laying-layang merupakan puisi yang bertolak balik dari Marxisme itu sendiri, dimana hemat penulis puisi ini menceritakan tentang tindak-tanduk anak anak yang resah akan keberadaannya. Sampai-sampai ia ingin mencari pengubur tuhan dan memangil tuhan plastik untuk menyatakan cinta.
*) Mahasiswa Mata Kuliah Theory of Literature Kelas A