Sabtu, 23 Juli 2011

Cerpen " Sedekah Bumi "


Sedekah Bumi
Oleh : Afif Afandi*

Dukuh Kemukus, seperti desa-desa lainya yang ada di kelurahan Parang Garuda lazim mengadakan sedekah bumi di setiap tahunnya. Menurut cerita yang beredar secara turun temurun. Upacara sedekah bumi dilaksanakan untuk meminta keselamatan kepada Sang maha Pencipta melalui wasilah danyang atau pendiri desa setempat. Adapun bentuk upacara yang dilakukan adalah berupa menggelar wayang kulit di keramat, makam danyang setempat. Selain itu, warga desa juga harus menggelar acara kondangan. Tak ada orang yang berani melanggar aturan sedekah bumi, karena akan ada tumbal yang diambil oleh sang danyang apabila upacara sedekah bumi dilakukan dengan bentuk yang berbeda.

***
Sedekah bumi di dukuh Kemukus tinggal menghitung hari. Tepat setelah sholat Isya berlangsung, jama’ah yang terdiri dari kaum muda dan tua tak langsung pulang ke rumah. Kepala dukuh berencana menggelar rapat menyambut sedekah bumi yang akan dilaksanakan pada hari Ahad pahing. Serambi masjid baru terisi setengah, orang-oarang saling ngobrol satu sama lain sembari menunggu pemuka desa yang tak jama’ah di Masjid Sunan Kalijogo. Tak kurang dari setengah jam, warga dukuh Kemukus telah memnuhi serambi masjid yang dibangun secara gotong royong ini.
“Asslamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh”, Pak joko sebagai kepala dusun mengawali rapat sedekah bumi. “ Warga  dukuh Kemukus yang terhormat, terimakasih atas kedatangannya di serambi masjid ini. Saya megundang kalian semua karena tak lama lagi kita akan mengadanakan sedekah bumi seperti di tahun-tahun sebelumnya. Dalam rapat ini saya harap kita bisa bermusyawarah untuk merencanakan pelaksanaan sedekah bumi dan  matang. Oleh karena itu, silahkan bagi hadirin yang terhormat untuk menyampaikan pendapatnya”
            Mbah jono selaku sesepuh dukuh setempat menyatakan kalau sedekah bumi harus dilksanakan sebagai mana pelaksanaan di tahun-tahun sebelumnya. Artinya dukuh kemukus harus menggelar wayang kulit di keramat dan mengadakan kondangan di MI (Madrasah Ibtidaiyah) yang biasa digunakan untuk kondangan. Terkait acaranya, beliau mempercayakannya pada anak-anak muda. Pendapat ini juga di dukung oleh Pak de Kardi, selaku ketua RT 4. Namun ia menambahkan agar kondangan yang dilakukan di MI ditambahi dengan acara lomba anak-anak MI dengan mengundang MI dukuh sebelah. Bukan tanpa alasan Pak de Kardi mengusulkan pendapat, karena ia ingin agar anak-anak MI yang sekarang menjadi embrio dukuh Kemukus besok bisa bersaing dengan yang lainnya. Undangan ke dukuh sebelah juga dimaksudkan untuk menjalin hubungan baik dan berbagi.
Berbeda dengan Mbah Jono dan Pak de Kardi, Supri selaku pemuda setempat berpendapat kalau pelaksanaan sedekah bumi harus dilaksanakan dengan acara yang inovatif. Ia menyarankan agar acara wayang kulit diganti dengan acara konser Dangdut yang digandrungi oleh pemuda dan sebagian kaum tua. Alasannya warga dukuh Kemukus sekarang tidak lagi hidup di zaman prasejarah yang masih saja percaya dengan hal-hal gaib yang tak bisa di uji kebenarannya. Pemuda yang sekaligus menjadi mahasiswa ini ingin menyadarkan warga dukuh kelahirannya agar terbuka pikirannya. Ia mencoba menjelaskan dengan teori yang di dapat selama kuliah. Mulai dari teori idealisme sampai positivisme ia beberkan dengan bahasa yang enak di dengar dan mudah dipahami. Warga dukuh kemukus yang menangkap maksud pemuda ini mulai sadar kalau sebenarnya selama ini yang dilakukan adalah taklid buta. Yaitu mengikuti adat turun temurun tanpa mencari kebenaran yang ada. Anjuran untuk melakukan ritual wayang kulit dan kondangan dimaknai sebagai wasiat dari danyang yang tak diketahui kebenarannya.
            Rapat sedekah bumi yang dipimpin oleh kepala dukuh mengerucut pada dua pendapat. Antara kaum tua dan muda. Golongan tua menginginkan agar acara sedekah bumi dilaksanakan sesuai adat, sementara golongan muda menginginkan agar acara sedekah bumi dilaksanakan dengan menambah sedikit inovasi. Perang argumen terjadi di tengah rapat membuat malam yang biasanya terasa sunyi sekarang menjadi ramai. Serambi masjid seakan menjadi gedung DPR yang biasa digunakan untuk ajang beradu pendapat antar elite partai. Kepala dukuh yang bertanggung jawab akan rapat malam ini mulai menegahi kedua kubu. Ia tak memprediksi kalau rapat yang biasanya tenang-tenang saja berubah menjadi ajang adu argumen.
            “ Warga dukuh yang terhormat. Kita patut menghargai pendapat yang lahir dari pikiran kita dan orang lain. Jangan sampai perbedaan pendapat ini menjadi kerisuhan yang merugikan kita semua. Antara pendapat Pak de Kardi dan Mas Supri sama-sama baik. Mereka menginginkan kebaikan bagi dukuh Kemukus ini. Saya hanya ingin mengambil jalan tengah untuk menjembatani kedua pendapat ini. Dan pendapat saya adalah dengan cara mengadakan baik acara wayang kulit di makam mbah kemukus, kondangan di MI, dan konser dangdutan. Acara kondangan akan dilaksanakan di pagi hari, acara wayang kulit akan diadakan di siang hari, sementara acara konser dangdut akan di adakan di malam hari. Bagi kalian yang keberatan dengan pendapat saya. Saya persilahkan untuk menyanggahnya dengan alasan yang jelas “, ucap pak Joko.
            “ Saya setuju dengan pendapat dari pak Joko. Ide yang bagus menurut saya. Karena dengan jalan tengah ini. Tentunya tak ada golongan yang dirugikan”, ucap Qodir. Tak berselang lama, Imam yang menjadi guru MI berkata,” Solusi yang bagus dari Pak Wa (ketua) dukuh. Kita patut mendukung jalan tengah ini. Kalau tida begitu, sampai kiamat pun rapat ini tidak akan selesai. Karena  masing-masing pendapat sama kuatnya. Mekipun kita melakukan voting. Hal itu tentunya akan membuat kecewa saudara kita yang kalah pendapatnya.”
Pak Kepala dukuh coba  menanyai warganya,” Bagaimana hadirin semuanya? Apakah semua sepakat denganjalan tengah ini?” Serentak warga dukuh Kemukus mengiyakan usulan Pak Joko. Namun ada juga sedikit warga yang kecewa karena belum bisa legowo.
            Malam telah larut. Bunyi kentongan yang dipukul sampai dua belas kali menunjukkan jarum jam telah berada vertikal menunjuk angka dua belas. Warga yang menghadiri rapat sedekah bumi satu persatu mulai bersalaman dengan yang lain untuk pulang berpamitan. Pak joko bernafas lega, ia puas dapat menjembatani perang ide antara golongan salafi dan modernis.

***
“ Ayo anak-anak, duduk yang rapi. Berdoa dulu sebelum makan. Dan Tolong berkatnya dimakan tanpa sisa. Ibu tak mau kalian kehilangan keberkahan dalam makanan yang telah di doakan ini “, Bu Siti mengingatkan anak-anak MI yang siap menyantap nasi berkat kondangan yang dibawa oleh warga kemukus ke sekilahan.
“ Baik, bu guru !”  serentak jawaban itu keluar dari mulut siswa-siswi yang berbaur dengan anak-anak sekolah dukuh sebelah.
            Acara kondangan sedekah bumi di MI sedikit terkotori oleh ulah anak-anak yang memainkan makanan mereka. Meskipun sudah di nasehati untuk menghabiskan nasi berkat kondangan. Mereka malah menggunakan tahu tempe yang ada di dalam nasi sebagai peluru kendali untuk bermain perang-perangan di dalam kelas. Dasar memang anak-anak kecil, aksi mereka membuat gelak tawa orang tua yang melihatnya. Kemeriahan sedekah bumi belum berakhir. Setelah acara makan nasi kondangan bersama-sama. Warga desa disuguhi oleh penampilan anak-anak yang bermain sepak bola di tengah lapangan melawan anak-anak MI dukuh tetangga. Sorak sorai penonton manambah semangat anak-anak Kemukus untuk menampilkan permainan yang cantik.
            Kondisi lapangan yang becek semakin menarik perhatian penonton. Karena tiap kali kesebelasan dukuh sebelah mau membobol gawang kesebelasan kemukus digagalkan oleh lumpur yang tepat berada di bawah mistar gawang. Terik mentari mulai meninggi, sampai di akhir waktu normal kedudukan tetap sama. Alhasil langsung di adakan adu penalti. Tak ada tambahan waktu 30 menit karena hari mulai panas. Kemengan dramatis diraih anak-anak kemukus. Hanya satu anak yang berhasil membobol gawang. Semuanya gagal oleh penampilan kiper yang bagus dari masing-masing kesebelasan. 1-0 untuk putra Kemukus.
            Adzan dluhur bergema menentramkan hati warga Kemukus yang seratus persen dalam KTPnya beragama Islam. Hanya beberapa orang yang sadar akan panggilan Tuhan itu. Masjid Sunan kalijogo tak seramai seperti ketika shalat Jumat dan Ied tiba. Sekitar sepuluh orang berjamaah di masjid yang dibangun sejak tigapuluh tahun yang lalu itu. Acara sedekah bumi berlanjut di keramat, tempat bersemayam danyang dukuh Kemukus. Tampak orang-orang tua berbondong-bondong menuju tempat yang digunakan untuk menggelar wayang kulit. Beberapa pedagang mainan dan jajanan berjejer di tepi jalan menuju keramat. Animo golongan tua dan anak-anak sangat besar untuk melihat acara ini. Meskipun tujuan mereka berbeda. Kehadiran mereka turut meramaikan tradisi yang telah berlangsung berabad-abad ini. Sementara kaum muda tampak kurang bergairah melihat wayang kulit. Mereka beralasan sudah bosan dengan wayang kulit yang selalu menghadirkan cerita yang sama. Yaitu kisah tentang Ramayana dan Mahabarata.
            Roda waktu yang berputar tak terasa telah mengantarkan warga Kemukus ke acara terakhir dari sedekah bumi. Acara yang sangat di nanti-nanti oleh golongan muda. Acara yang belum pernah dilakukan sebelumnya dalam sedekah bumi. Dan acara ini adalah konser dangdut dari group orkes terkenal di Jawa Timur. Meskipun acara ini sempat ditentang keras oleh golongan tua. Atas keputusan kepala dukuh acara ini terselanggara.
            Jalan-jalan mulai ramai oleh raungan knalpot dari sepeda motor varietas Yamaha maupun Honda. Tak hanya pemuda Kemukus yang memenuhi depan panggung. Pemuda dari dukuh dan kelurahan sebelah turut memenuhi area konser dangdut yang diselenggarakan di pertigaan dukuh. Sang biduanita mulai beraksi dengan menyanyikan lagu bunga. Dan tanpa menunggu komando, serentak pemuda kemukus telah berjoget di depan panggung. Dentuman musik dangdut seakan telah membuat pemuda-pemuda berjoget kesetanan. Pengaruh alkohol telah merasuk pada diri sebagian besar dari mereka. Terkadang timbul sedikit kerisuhan yang disebabkan oleh aksi senggol-senggolan.
            “Pri, Rahayu minta di jemput di terminal Gabus. Katanya tadi sudah sms kamu tapi tidak kamu balas ”, Agus memberitahu Supri. “Alamak!!! Sedang asyik joget gini kok diminta jemput di terminal. Kamu aja yang jemput adikku, Gus!”, ucap Supri. “ Wah, aku kan tidak bisa naik motor, Pri !”, jawab Agus. “ Ya sudah. Tapi nunggu lagu ini berakhir. Sms ke adikku, dua puluh menit lagi aku sampai di terminal !” Ucap Supri.
            Kalau tidak adik perempuan satu-satunya yang meminta Supri untuk menjemputnya. Tak mungkin Supri mau meninggalkan konser dangdut yang menjadi idenya dalam sedekah bumi. Dalam pekat malam ia mengendarai si Capung, sepeda motor yang biasa ia gunakan untuk kuliah ke Semarang. Tak tanggung-tanggung, Supri menggeber si Capung di atas kecepatan normal.  
            Rahayu, adik perempuan Supri yang juga kuliah di Semarang ini tak sabar menunggu kakaknya. Ia takut berada sendirian di terminal yang mulai sepi. Di pandangnya warung bakso yang ada di tepi jalan dekat pintu terminal. Tanpa pikir panjang, ia berjalan ke warung itu untuk memenuhi panggilan perutnya yang mulai kelaparan. Dua puluh menit sudah ia menunggu kakaknya. Namun ternyata kakaknya tak kunjung tiba. Ia coba sms Agus, temen kakaknya. Agus bilang kalau kakaknya sudah berangkat ke terminal. Perasaan Rahayu mulai tidak enak, ia takut ada-apa apa dengan kakaknya. Ia pun mulai meminta Agus dan teman-temannya untuk  menyusul kakaknya.
            Agus pun mulai penasaran. Ia baru sadar kalau ternyata Supri baru saja minum-minum dengnnya sebelum berjoget. Dalam pikirannya mulai timbul bayangan buruk yang mungkin menimpa Supri. Bersama dengan kedua temannya, Azis dan Yono, ia berangkat menelusuri jalan menuju terminal Gabus. Sampai di daerah Blingijati belum ada apa-apa di jalanan. Namun setelah sampai di daerah Padangan, mulai terlihat kalau ada keramaian di pinngir jalan. Dan benar apa yang diduga oleh Rahayu dan Agus. Ternyata Supri kecelakaan. Menurut warga desa setempat, Supri kecelakaan dengan menabrak pohon Randu yang ada di tepi jalan. Supri sudah tak bisa ditolong karena parahnya luka yang didapat. Kepalanya pecah terkatuk oleh batu besar yang berada di dekat pohon. Agus meminta Azis untuk menjemput Rahayu. Sementara ia da Yono akan mengevakusi mayat Supri.
            Keesokan harinya, gema speaker di masjid Sunan kalijogo memberitahukan berita duka terkait kematian Supri, sang penggagas konser dangdut dalam sedekah bumi. Warga kemukus berbondong-bondong untuk takziah ke rumah Supri. Tak ada yang tahu apakah kematian Supri adalah akibat ia tak mematuhi adat yang telah berjalan selama berabad-aban lamanya  atau disebabkan oleh  takdirnya yang harus meninggalkan kehidupan di waktu itu dengan cara seperti itu. 
  Malang, 24-4-11

*) Afif Afandi, lahir di Pati tahun 1990 adalah mahasiswa ilmu Budaya yang sedang bergeliat di komunitas sastra Mata Pena Brawijaya.  Sekarang sedang berjuang untuk menerbitkan antologi cerpen bersama komunitas sastra Mata Pena.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar