Minggu, 24 Oktober 2010

Demi Rakyat !

Mahasiswa, mbahnya siswa, begitulah kalau di utak-atik maknanya. Sebagai siswa yang Maha…, maha pintar, maha bandel, dan maha yang lainnya. Peran mahasiswa sangat besar dalam memegang arah bangsa ini ke depan. Apakah mau terus berjuang memajukan tanah air tercinta, atau malah menjadi beban di negeri yang sudah overload dengan beban permasalahan ?

Pernahkah kalian berfikir, kenapa di lahirkan di Indonesia, lebih-lebih menjadi mahasiswa ? Yah, karena Tuhan percaya bahwa dari kalianlah akan timbul Indonesia yang sejahtera. Namun, sudahkah kita berfikir lagi bahwa kesejahteraan itu sekarang mulai terkikis karena sikap kita yang terkadang tak memikirkan orang lain, terutama rakyat kecil yang membutuhkan uluran tangan kita, membutuhkan lidah kita untuk menyuarakan suara mereka.

Sadarkah kalau sebenarnya diberi amanah untuk menyuarakan suara rakyat atau berjuang demi mereka? Kalau di tahun 65 ada Soe Hok Gie dan kawan-kawan yang memperjuangkan rakyat dari pemerintahan yang dirasa tidak berpihak pada kaum jelata. Mahasiswa pada waktu itu bersatu dalam aliansi KAMI (Kesatuan aksi mahasiswa Indonesia), HMI (Himpunan Mahasiswa Indonesia), GMNI, (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) berdemonstrasi turun ke jalan untuk menyuarakan suara, berfikir ekstra untuk merencanakan bagaimana mengakhiri orde lama yang dirasa telah melenceng dari tujuan. Kemudian dilanjutkan pada tahun 1998 dikala rezim Suharto mencapai klimaks mebuat rakyat muak. Angkatan Sembilan delapan , beitulah sebutan mereka, rela memperjuangkan nasib rakyat melalui aksi yang mencapai puncaknya dengan turun ke jalan guna menggulingkan rezim orde baru. Sekarang ?

Demi rakyat, itulah semangat mahasiswa ketika berjuang meruntuhkan rezim yang dirasa sudah keluar dari lingkaran demokrasi. Kalaupun sekarang banyak rakyat yang sengsara namun dituntut menyisihkan uangnya untuk membayar pajak guna membiayai anggaran negara yang berujung pada kantong pejabat dan perwakilan rakyat, bertujuan membiayai dana APBN yang 20% dimasukkan dalam pendidikan. Yang kemudian Aliran dana APBN itu mengalir ke lembaga pendidikan termasuk ke kampus kita tercinta. Lantas apa yang patut kita lakukan? Bukankah kita patut memperjuangkan hak mereka?

Ada berbagai macam cara untuk memperjuangkan hak rakyat. Diantaranya adalah dengan mendekatkan diri kita dengan mereka, ikut serta memikirkan , memecahkan permasalahan, dan memperjuangkan hak-hak mereka. Namun jangan lupa, hal itu tidak boleh membuat kita terlena dalam menjalani kuliah kita. Mentang-mentang sudah jadi aktifis lantas tak perlu belajar dan mengerjakan tugas. Aktifis sejati adalah mereka yang berhasil menjadikan diri mereka sebagai mahasiswa yang berprestasi dan mahasiswa yang peka terhadap permasalahan rakyat. Meski harus memperjuangkan hak rakyat, entah itu melaui demonstrasi, menyuarakan jeritan melalui media tulis seperti surat kabar dan koran, ataupun terjun langsung ke masyarakat, mahasiswa dituntut tidak kedodoran dalam membagi waktu untuk akademik mereka.
Mahasiswa sebagai embrio pemimpin bangsa selayaknya bisa menjadi contoh yang baik dalam bermasyarakat. Kerena merekalah cerminan Indonesia kedepan. Merekalah yang akan mengganti posisi-posisi golongan tua yang sekarang sedang memegang kendali gerbong bernama Indonesia. Akan dibawa kemana gerbong negara ini kedepan, jawabanya adalah tergantung pada embrio pemimpin bangsa tersebut. Jika mereka sekarang masih saja terbuai karena belum menghadapi dunia nyata yang begitu keras, mereka masih saja bermalas-malasan di kontrakan, hidup hanya kuliah, pulang, makan, tidur, kuliah lagi sampai mereka lulus menjadi sarjana. Apa yang akan dijadikan bekal untuk membawa Indonesia ke depan? Apa kontribusi yang sejatinya patut menjadi garda terdepan dalam membela negara dan rakyat?

Janganlah lantas bangga menjadi siswa yang Maha selama belum bisa memberikan kontribusi yang pasti bagi diri sendiri, orang lain, dan bangsa. Hidup tidak hanya untuk diri sendiri, melainkan sebagai makhluk sosial kita patut bersosialisasi membaur dengan orang lain, mengulurkan tangan pada mereka yang membutuhkan. Atau lebih jelasnya memanusiakan manusia.

Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia bukanlah kata-kata simbolis yang sering kali kita ucapkan dengan fasih hafal diluar kepala dalam upacara. Sila kelima itu patut kita aplikasikan agar tak sekedar menjadi huruf-huruf yang mati tersimbol dalam dada Garuda Pancasila. Jikalau mereka golongan tua sudah lupa akan adanya sila tersebut, mahasiswa harus bergerak. Maju kedepan mengingatkan mereka yang diberi amanah untuk bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat. Menentang mereka yang gembira ria berfoya-foya ditengah jeritan dan rintihan rakyat kecil di pelosok negeri Ini. Mungkin kita patut bercermin pada kata-kata seorang aktifis enam lima yang kurang lebih berbunyi,”Kita, generasi kita ditugaskan untuk memberantas generasi tua yang mengacau. Generasi kita yang akan menjadi hakim atas mereka yang dituduh koruptor-koruptor tua. Kitalah yang dijadikan generasi yang akan memakmurkan Indonesia” Soe Hok Gie.